Jumat, 28 November 2014

Bukan Salahku




          Matahari belum menampakan sinarnya.  Selesai shalat subuh, aku membantu ibu menata kue. Kue yang kami tata akan aku bawa ke sekolah. Setelah selesai menata kue, aku mandi, mengecek buku, dan mengisi air di botol minumku. Meskipun keluargaku hidup sederhana, tetapi kami selalu sarapan bersama. Tak hanya sarapan, terkadang kami makan malam bersama. Di rumah, aku tinggal bersama bapak, ibu, dan adikku. Setelah sarapan aku dan adikku pamit kepada bapak dan ibu. Tak lupa aku membawa kotak yang berisi kue.
            “Assalamu’alaikum.” Pamitku dan adikku kepada bapak dan ibu.
            “Waalaikummussalam.” Jawab bapak dan ibuku.
            Aku dan adikku selalu berangkat sekolah bersama. Sekarang aku kelas 4 SD sedangkan adikku kelas 1 SD. Kita berdua selalu akur meskipun terkadang sering berebut makanan. Sekolah kami tidak terlalu jauh dari rumah. Setiap berangkat sekolah kami selalu berhenti sejenak di tepi sungai. Di sungai, kami selalu melihat ikan dengan ukuran dan jenis yang berbeda. Hidup di pedesaan sangatlah menyenangkan, selain sungai, kami juga dapat melihat pemandangan yang sangat indah.
            Setelah sampai di sekolah, kami masuk ke kelas masing-masing. Tarikan  nafas yang berat mengawali langkahku saat mesuk ke kelas. Di kelasku, terdapat 40 siswa. 20 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki.
            “Pagi Zahra…” sapa Ana teman sebangkuku.
            “Pagi juga Ana…” sapaku.
            Ana adalah sahabatku. Kami sudah bersama sejak kelas 1 SD. Kami selalu kompak dalam berpikir ataupun menyeleaikan masalah. Tetapi kami berbeda, Ana adalah anak orang kaya sedangkan aku hanyalah anak orang sederhana. Tapi aku beruntung memiliki sahabat seperti Ana. Ana tidak pernah memandangku dari segi derajat. Kami selalu menghargai kekurangan satu sama lain. Itulah yang membuat kami selalu bersama.
            Tengtengteng…
            Bel masuk berbunyi. Pelajaran pertama adalah matematika. Pelajaran yang aku dan Ana sukai. Bu Tiara adalah guru matematika sekaligus wali kelasku. Bu Tiara adalah guru yang sabar dalam menjelaskan semua materi, Bu Tiara juga selalu menasehati kami agar tidak malas belajar. Jam pelajaran matematika kali ini diisi dengan ulangan harian. Alhamdulillah aku mendapat nilai 100, sedangkan Ana mendapat nilai 95. Selain aku dan Ana ada juga Safira. Safira juga pintar dalam semua pelajaran khususnya matematika. Tepi karena kurang teliti Safira mendapatkan nilai 95.
            Tengtengteng…
            Bel istirahat berbunyi. Tanpa berpikir lama aku membuka kotak yang berisi kue. Ana adalah pembeli setiaku. Bukan hanya Ana, teman-temanku yang lain juga membeli kue buatan ibuku. Menurut mereka kue buatan ibuku sangat enak. Jadi, mereka tidak bosan.
“Zahra besok bawa kue yang banyak yah!” pinta Ana.
“Pasti Ana. Besok aku akan membawa kue yang lebih banyak.” Ucapku meyakinkan.
Aku senang kue yang aku bawa habis. Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Kami melanjutkan pelajaran berikutnya.
Tengtengteng…
Bel pulang sekolah berbunyi. Aku dan Ana keluar kelas bersama. Sayang Ana sudah dijemput. Jadi, aku tidak bisa mengajaknya melihat ikan di sungai.
“Zahra… aku minta maaf ya. Aku sudah dijemput.” Ujar Ana’
“Iya… hati-hati di jalan yah!” ucapku.
“Pasti.” Balas Ana.
 Awalnya aku ingin langsung pulang ke rumah, tetapi aku melihat adikku sedang duduk di tepi sungai.  Akhirnya aku ikut duduk di tepi sungai. Di tepi sungai, kami bercanda dan bermain. Setelah puas kami langsung pulang.
“Assalamu’alaikum.” Ucapku sambil mencium tangan ibu.
“Waalaikummussalam.” Jawab ibu.
Setelah melepas sepatu, kami langsung mengganti baju kemudian shalat. Selesai shalat kami makan siang bersama tanpa ditemani bapak. Aku sangat senang karena ibu memasak makanan kesukaanku dan adikku yaitu sayur bayam dan tempe goreng. Meskipun sederhana kami sangat menyukainya.
Waktu terus berjalan, setelah shalat Magrib dan tadarus kami makan malam bersama. Aku senang karena ayah dapat ikut makan malam bersama. Setelah makan malam, kami shalat Isya berjamaah. Seusai shalat Isya, aku dan adikku belajar. Saat kami belajar, ibu sibuk membuat kue.
Cuit…cuit
Suara kicauan burung terdengar sangat merdu. Kegiatan dan keadaan hari ini sama dengan kemarin. Namun ada yang berbeda, hari ini Ana tidak masuk sekolah. Ternyata Ana sakit. Teman-teman sekelasku berencana untuk menjenguknya.
“Dimana Ana? Kok tidak kelihatan?” tanya Raka saat istirahat.
“Ana sakit, Rak.” Jawabku.
“Bagaimana kalau kita jenguk Ana sesudah pulang sekolah?” tanya Doni menawarkan.
“Jenguk Ana? Naik apa? Kan rumah Ana jauh…” tanya  Livia.
“Iya juga sih….Lagian aku juga belum ijin ke orang tuaku.” Jawab Raka.
“Ya sudah kalau pada gak bisa, biar aku sama Livia yang jenguk Ana. Kan rumah kita satu komplek.” Jawab Safira.
“Ya sudah kalau begitu. Oh ya sampaikan salam kita semua ke Ana ya! Bilang juga cepat sembuh.” Ujar Raka.
Bel masukpun berbunyi. Pelajaran terus berlanjut. Sampai akhirnya…
Tengtengteng…
Bel pulang sekolah berbunyi. Hari ini kueku tersisa banyak. Di tepi sungai aku memikirkan Ana. Tiba-tiba adikku datang untuk menjemputku. Dia mengajakku pulang karena ibu menunggu kami.
Sesampainya di rumah…
“Assalamu’alaikum.” Ucapku.
“Waalaikummussalam… tumben kuenya tidak habis, kenapa?” tanya ibu.
“Iya Bu… biasanya Ana yang membeli kuenya, tapi tadi Ana tidak masuk sekolah, jadi hari ini kuenya tidak habis.” Jawabku lirih.
“Ya sudah tidak apa-apa kok. Ana sakit? Sakit apa?” tanya ibu.
“Aku gak tau Bu…” jawabku.
“Kenapa kamu tidak menjenguknya?” tanya ibu.
“Rumah Ana jauh, jadi yang menjenguk Ana hanya Safira dan Livia.” Jawabku.
“Oh ya sudah.” Ucap ibu.
Udara yang sejuk menemani setiap langkahku. Setelah sampai di kelas, semua temanku menatapku. Tatapan mereka berbeda, aku takut dan gelisah. Cara bicara merekapun berbeda. Setelah pulang sekolah Doni menghampiriku.
“Eh Zahra, ngapain kemu bawa kue lagi?” tanya Doni sambil membentak.
“Apa maksudmu? Kenapa kamu tanya seperti itu?” tanyaku.
“Alah gak usah pura-pura gak tau deh. Kamukan yang meracuni Ana?” bentak Doni.
“Meracuni Ana? Coba kalian pikir, emang ada sahabat yang tega meracuni sahabatnya.” Ujarku menjelaskan.
“Ya adalah… kan contohnya kamu.” Ucap Livia.
Seketika aku terdiam. Tiba-tiba Doni mengambil kotak yang berisi kue. Lalu Doni membuangnya. Kue-kue itu jatuh dan diinjak-injak oleh teman-temanku. Sungguh perih hatiku, sampai tak kuat lagi menahannya. Kemudian meneteslah air mataku. Teman-temanku pergi meninggalkanku. Sambil menangis aku mengambil sisa-sisa kue yang masih utuh.
Aku tak mungkin menceritakan masalah ini kepada ibuku. Aku takut ibu terlalu memikirkan masalahku. Aku takut ibu sakit karena memikirkan masalah ini. Tetapi aku bingung harus berkata apa ketika ibu bertanya kenapa kuenya berantakan. Tapi aku punya ide yang bagus, meskipun harus berbohong.
Utung saja adikku pulang lebih awal sehingga dia tidak tahu apa yang sedang aku hadapi. Aku merenungkan semua masalahku di tepi sungai. Aku berharap besok saat aku membuka mata semua masalah akan hilang. Teman-teman yang sekarang membenciku berubah menjadi seperti semula. Tapi itu hanya hayalanku, mana mungkin semua masalah akan hilang seketika. Tetapi aku yakin semua masalah ini akan selesai. Tapi bukan sekarang.
Setelah merenung di tepi sungai aku langsung pulang. Saat sampai di rumah, ternyata hanya ada adikku. Kata adikku ibu pergi menjenguk temannya. Akhirnya semua kue yang ada di kotak aku pindahkan ke tas sekolahku lalu aku ganti dengan uang simpananku. Rencananya aku akan bilang kalau kuenya habis. Sebenarnya aku tidak pernah berbohong kepada ibu. Tapi untuk kali ini aku harus melakukannya.
Kemudian ibu pulang. Ibu langsung membuka kotak kuenya.
“Loh kok kuenya habis? Bukannya kata Zahra, Ana sedang sakit?” tanya ibu bingung.
“Iya Bu, kebetulan hari ini teman-temanku banyak yang membeli kue. Jadi, kuenya habis. Oh ya Bu, besok sepertinya Zahra tidak bisa membawa kue buatan Ibu lagi ke sekolah.” Jawabku sambil memberitahu ibu.
“Oh ya sudah kalau seperti itu. Zahra dan Adit sudah makan?” tanya ibu.
“Belum Bu.” Jawabku.
“Ini Ibu bawa makanan. Makan yuk!” ajak ibu.
Untunglah ibu tidak curiga dengan kotak kuenya. Setelah itu kami makan siang bersama.
Matahari mulai tenggelam. Aku masih memikirkan masalah yang terjadi hari ini. Aku bingung mau menjelaskan apa ke teman-teman.
Metahari baru saja menampakkan sinarnya. Setelah sarapan bersama, aku dan adikku pamit untuk berangkat ke sekolah. Seperti biasa kami melihat ikan-ikan di sungai. Ada yang berbeda, hari ini air sungainya tampak keruh. Mungkin sama seperti perasaanku hari ini. Ikan saja dapat merasakan apa yang aku rasakan. Masa, salah satu dari temanku tidak bisa merasakannya. Aku kan tidak pernah meracuni sahabatku. Tapi ya sudahlah itulah aku yang sekarang serba salah, padahal aku juga tidak mengerti Ana sakit karena apa. Aku yakin ini bukan salahku.
Hembusan nafas hangat dapat aku rasakan saat memasuki kelas. Teman-teman bahkan tidak menganggapku ada. Mereka terus menjauhiku, sekarang aku berdiri sendiri tanpa teman-teman yang selama ini menganggapku ada. Rasanya aku ingin sekali meminta maaf kepada teman-temanku khususnya Ana. Aku takut siapa tau yang dikatakan Doni benar bahwa Ana sakit karena memakan kue buatan ibuku.
Waktu terus berjalan tak disangka sudah satu minggu Ana tidak berangkat sekolah. Di awal minggu ini aku sebelum tiba di sekolah, aku berdo’a semoga hari ini Ana masuk sekolah. Tiba-tiba ada yang berdiri di belakangku.
“Pagi Zahra…” sapa Ana
“Ana… Alhamdulillah kamu sudah sembuh” Ucapku sambil memeluk Ana.
“Gimana kabar kamu selama satu minggu ini?” tanya Ana.
“Yang pasti aku kangen banget sama kamu” jawabku sambil mencubit hidung Ana.
Setelah berbincang-bincang, kami berangkat sekolah bersama. Sebetulnya tadi Ana ke rumahku, tetapi aku sudah berangkat, karena dia tahu kalau aku suka duduk di tepi sungai. Jadi, dia menghampiriku.
Akhirnya kami berangkat sekolah bersama. Sesampainya di kelas…
“Ana, akhirnya kamu berangkat juga.” Ucap Raka.
“Kita semua kangen tau sama kamu.” Ujar Doni.
“Loh kamu kok berangkat sama Zahra?” tanya Raka.
“Emangnya kenapa? Kita kan emang selalu bersama” tanya Ana bingung.
“Kata Safira, kamu sakit karena kue buatan ibunya Ana. Apa betul?” tanya Doni bingung.
“Hah Safira? Kenapa Safira bicara seperti itu?” tanya Ana bingung.
“Loh bukannya Safira jenguk kamu ya?” tanyaku lebih bingung.
“Enggak kok, Safira enggak jenguk aku.” Jawab Ana.
Semua tampak kebingungan. Akhirnya Safira dan Livia datang…
“Safira, Livia sini deh aku meu tanya!” ujar Raka.
“Tanya apa?” tanya Safira dan Livia sambil berjalan menuju ke tempat duduk Raka.
“Ana sakit karena apaya? Aku kok agak lupa…” tanya Raka pura-pura tidak ingat.
            “Ya ampun… itu loh Rak, Ana kan sakit karena makan kue buatan ibunya Zahra.” Jawab Safira lantang.
            “Kapan kamu jenguk aku? “ tanya Ana sambil menuju ke bangku Raka.
            “Loh Ana kamu sudah berangkat?” tanya Livia.
            “Kamu belum jawab pertanyaanku!” bentak Ana.
             “Eh Safira buruan jawab!” bentak Doni.
            “Sebenernya aku dan Livia enggak  jenguk Ana.” Jawab Safira.
            “Kalau Kalian enggak jenguk Ana, dari mana Kalian tahu bahwa Ana sakit karena kue buatan ibunya Zahra?” tanya Raka.
            “Jangan bilang kalau kalian bohong.” Sangka Doni.
            Safira dan Livia terdiam…
            “Iya kami memang berbohong…” ucap Livia.
“Kok kalian tega sih sama Zahra?” tanya Ana.
            “Kami hanya tidak suka kalau Ana selalu dekat dengan Zahra. Terlebih aku iri dengannya karena nilai ulangan dia selalu lebih tinggi dariku.” Ucap Safira jujur.
            “Ya ampun, tega yah kalian menuduh Zahra.” Ujar Raka.
            “Iya. Gara-gara kalian, kita semua menuduh, membuli, dan menjauhi Zahra.” Ucap Doni menyesal.
            “Iya kita memang salah, maka dari itu, kita minta maaf yah Zahra.” Ujar Safira.
            “Iya Zahra, maafin kita yah…” ujar Livia.
            Semua temanku meminta maaf kepadaku. Mereka mau mengakui kesalahan mereka. Sebenarnya Ana sakit tipes. Ana sakit tipes karena waktu pulang sekolah Ana membeli bakso. Dia juga memasukkan saos yang cukup banyak ditambah minumnya es. Jadi, itulah yang membuat Ana sakit selama satu minggu. Akhirnya masalah ini selesai juga. Teman-temanku mau berteman denganku lagi. Mereka juga mau memaafkan kesalahan Safira dan Livia.
            “Oh yah, jangan lupa besok bawa kue lagi ya Zahra!” pinta Ana.
            “Sipp…” jawabku.


SELESAI

Drone & Pesawat Terbang Tanpa Awak (UAV) Buatan Indonesia

Pesawat Nir-Awak atau Pesawat TerbangTanpa Awak atau disingkat PTTA, atau dalam bahas Inggris disebut UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau sering disebut juga sebagai Drone, adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri. Penggunaan terbesar dari pesawat tanpa awak ini adalah dibidang militer.
Secara teknis, Drone berbeda dengan Rudal walaupun mempunyai kesamaan, tapi tetap dianggap berbeda dengan pesawat tanpa awak, karena Rudal tidak bisa digunakan kembali dan rudal adalah senjata itu sendiri. Sedangkan Drone menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya.
Drone bukan hal asing bagi ilmuwan Indonesia. Lembaga riset di Indonesia seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) serta beberapa Universitas riset sudah membuat prototipenya, sudah laik terbang dan sudah pula digunakan.
Selain itu, di Bandung juga ada berderet industri swasta yang bergerak di bidang pengembangan UAV seperti Globalindo Technology Services Indonesia, Uavindo, Aviator, dan Robo Aero Indonesia. Juga ada perusahaan berbasis aeromodelling sebagai pemasok suku cadang UAV seperti Telenetina dan Bandung Modeler.
Ada beberapa Drone buatan putra bangsa yang selama ini tak banyak orang tahu. Seperti apakah drone buatan anak negeri? Apa saja kemampuannya?
Insinyur rekayasa di BPPT Ir. Adrian Zulkifli pernah mengatakan sejak Oktober 2012 lalu, bahwa biaya pembuatan satu pesawat prototipe ini kira-kira Rp 2 miliar. Mesin drone buatan BPPT masih diimpor dari Jerman dan kameranya didatangkan dari Taiwan.
Lima pesawat prototipe dari BPPT ini diuji cobakan di Bandara Halim Perdanakusuma pada Oktober 2012. Pesawat-pesawat drone BPPT ini dinamai PUNA alias Pesawat Udara Nir-Awak.
Pesawat-pesawat ini berfungsi antara lain sebagai pesawat pengintai, pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi. Pesawat-pesawat ini juga cocok digunakan untuk daerah perbatasan.
Selain itu, baru-baru ini, TNI AD bekerja sama dengan Universitas Surya yang dikomandani ilmuwan Johanes Surya juga memamerkan prototipe pesawat Drone untuk kebutuhan militer. LAPAN juga memiliki jumlah koleksi model pesawat tanpa awak ini sebanyak tiga unit. Jadi seliruhnya ada 8 buah jenis Drone yang telah dibuat Indonesia. Bahkan Lapan sanggup membuat drone yang per unit hanya Rp 40 juta.
Mari kita lihat model Pesawat Tanpa Awak UAV atau Drone buatan anak bangsa ini:

1. BPPT PUNA Sriti

PUNA Sriti
PUNA Sriti
Pesawat Tanpa Awak atau PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak) bernama Sriti ini berwarna putih.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Sriti:
  • wingspan:  2.988 mm
  • MTOW (Maximum Take Off Weight): 8,5 kilogram
  • cruise speed: 30 knot
  • endurance: 1 jam
  • range: 5 nautical mile
  • altitude: 3.000 feet
  • catapult: 4.500 mm
  • catapult: bungee chords
Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA), PUNA Sriti besutan BPPT ini adalah wahana udara nir-awak jarak dekat dengan konfigurasi desain flying wing menggunakan catapult (pelontar) sebagai sarana lepas landas atau take off, dan jaring sebagai sarana mendarat atau landing.
Sriti untuk surveillance. Karena bisa take off dengan peluncuran dan landing di jaring maka bisa dipakai untuk melengkapi Angkatan Laut pada peralatan di KRI.
PTTA PUNA Sriti ini bisa melihat ke depan sejauh 60-75 km. Jadi bisa dikatakan sebagai mata KRI. Selain itu, PTTA PUNA Sriti dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengamanan lokal area seperti bandara. PTTA PUNA Sriti Bisa juga dipakai untuk tindakan SAR di gunung-gunung, karena lebih efektif.
line up

2. PUNA Alap-alap

Pesawat-Tanpa-Awak-PUNA-Alap-alap
PUNA Alap-alap
PUNA Alap-alap ini bermotif loreng tentara dengan warna hijau tua dan hijau muda.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Alap-alap:
  • wingspan: 3.510 mm
  • MTOW (Maximum Take Off Weight): 18 kilogram
  • cruise speed: 55 knot (101,86 km/jam)
  • endurance: 5 jam
  • range: 140 kilometer
  • altitude: 7.000 feet
  • payload: gymbal camera video.
PUNA Alap-alap adalah wahana udara nir-awak jarak menengah dengan konfigurasi desain inverted V-tail dan double boom menggunakan landasan sebagai sarana take off. Alap-alap didesain long race. Hanya untuk kebutuhan surveillance saja.
line up

3. PUNA Gagak

Pesawat-Tanpa-Awak-PUNA-Gagak
PUNA Gagak ini bermotif loreng dengan warna oranye dan putih.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak Puna Gagak:
  • wingspan: 6.916 mm
  • MTOW (maximum take off weight): 120 kilogram
  • cruise speed: 52 – 69 knot (96,3 – 127,8 km/jam)
  • endurance: 4 jam
  • range: 73 km
  • altitude: 8.000 feet
  • payload: gymbal camera video.
PUNA Gagak adalah wahana udara nir-awak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail, low wing dan low boom, menggunakan landasan sebagai sarana take off dan landing.
Puna Gagak sama dengan PUNA Pelatuk (lihat dibawah) tetapi berbeda misi. PUNA Gagak dapat terbang untuk misi rendah-naik-rendah lagi dan bisa digunakan untuk Angkatan Laut.
line up

4. PUNA Pelatuk

Pesawat-Tanpa-Awak-Lapan-Surveillance-Unmanned 01
PUNA Pelatuk
Pesawat Tanpa Awak PUNA Pelatuk ini bermotif loreng dengan warna putih, abu-abu dan krem.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Pelatuk:
  • wingspan 6.916 mm
  • MTOW (Maximum Take Off Weight) 120 kilogram
  • cruise speed 52 – 69 knot (96,3 – 127,8 km/jam)
  • endurance 4 jam
  • range 73 km
  • altitude 8.000 feet
  • payload=gymbal camera video.
PUNA Pelatuk adalah wahana udara nir-awak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail inverted high wing dan high boom, menggunakan landasan sebagai take off dan landing. Kemampuan terbang PUNA Pelatuk dapat bermanuver low-high-low, menukik ke bawah, kemudian naik lagi.
line up

5. PUNA Wulung

Pesawat-Tanpa-Awak-PUNA-Wulung
PUNA Wulung
PUNA Wulung ini bermotif loreng hijau tosca dan abu-abu.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Wulung:
  • wingspan: 6.360 mm
  • MTOW (maximum take off weight): 120 kg
  • cruise speed: 60 knot (111.12 km/jam)
  • endurance: 4 jam
  • range: 120 KM
  • length: 4.320 mm
  • heigh:t 1.320 mm
PUNA Wulung ini bisa dibilang kelas menengah atau medium. Dapat terbang dengan durasi mencapai waktu 4 jam dengan muatan yang cukup lumayan, hingga bisa dipakai untuk membuat hujan buatan maupun penyebaran benih,” tutur Dahsyat. PUNA Wulung ini, misi terbangnya high-high-high. Maka ke depannya akan dapat dieksplorasi lagi untuk kebutuhan dan kepentingan  lain.
line up

6.  GTSI PUNA Kujang

UAV KUJANG diproduksi oleh PT. GTSI
UAV KUJANG diproduksi oleh PT. GTSI
PUNA Kujang dibuat oleh PT Globalindo Technology Services Indonesia (GTSI) yang didirikan oleh Endri Rachman, mantan karyawan PT DI yang hijrah ke Malaysia dan menjadi dosen di Universiti Sains Malaysia. Beliau dan bersama sesama mantan karyawan PT DI mendirikan perusahaan PT GTSI.
UAV perdananya adalah Kujang, mampu membawa muatan kamera survaillance 20 kg, lama terbang 2-3 jam dengan kecepatan maksimal sampai 150 km/jam. Ironisnya, peminat pertama UAV Kujang ini adalah Malaysia, bukan pemerintah Indonesia.
line up

7. Uavindo UAV Survaillance SS-5 (SkySpy-5)

SS-5 diproduksi oleh PT.UAVINDO
UAV Survaillance SS-5 (SkySpy-5) yang diproduksi oleh PT.UAVINDO
UAV SS-5 (SkySpy-5) adalah produk pertama yang dibuat oleh PT Uavindo pada tahun 2003 yang kemudian menjadi UAV lokal pertama yang dioperasikan oleh militer, lengkap dengan Ground Control Station yang ditempatkan pada sebuah truk Perkasa keluaran Texmaco. Sedangkan perusahaan ini sudah mengembangkan UAV sejak 1994 di mana dimulai dengan berkumpulnya para insinyur lulusan Teknik Penerbangan ITB dengan dimotori Dr Djoko Sardjadi.
SS-5 (SkySpy-5) mampu terbang selama 2-3 jam dengan jarak sampai 25 km untuk fungsi survaillance melalui kamera yang dibawanya. Saya tidak tahu apakah TNI masih menggunakan produknya (selanjutnya ada pengembangan ke SS-20), tapi ironisnya Malaysia memesan UAV SM-75 dari perusahaan ini.
line up

8. Aviator UAV SmartEagle II

UAV Smart Eagle PT. Aviator Teknologi Indonesia smart-eagle-uav-ri11
UAV Smart Eagle-II diproduksi oleh PT. AVIATOR Teknologi Indonesia
UAV SmartEagle II dibuat oleh PT Aviator Teknologi Indonesia, yang dibentuk oleh beberapa mantan karyawan PT Uavindo. Produk unggulannya adalah SmartEagle II, yang mampu terbang selama 6 jam dengan jarak maksimum 300 km.
Produk ini bisa diadu dengan Searcher Mk II dari Israel, hanya sayangnya berat muatan maksimum hanya sampai 20 kg, bandingkan dengan beban 100 kg yang mampu dibawa oleh Searcher Mk II. Sekarang PT Aviator menggandeng Irkuts dari Rusia untuk memasarkan produknya secara bersama-sama.
line up

9. ITB HexaRotor

Pesawat-Tanpa-Awak-HEXAROTOR
PTTA HexaRotor
Hexa berarti enam, dan rotor berarti motor, menjadikan nama PTTA HexaRotor yang berarti ‘Enam Motor’ dengan propeller atau baling-baling yang terbuat dari bahan carbon fiber ini dapat take-off atau lepas landas secara vertikal, mirip helikpter.
Pada masa kini PTTA jenis ini kadang disebut sebagai CamDrone (Camera Drone) yang banyak digunakan untuk pemantauan dengan kamera karena dapat terbang stabil bahkan diam, mirip helikopter. Pesawat buatan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini terdiri dari tiga tipe.
• HexaRotor Tipe Kecil, berbentuk persegi dengan ukuran 15 cm x 15 cm, dilengkapi dengan 4 baling-baling kecil.
• HexaRotor Tipe Sedang, berbentuk persegi dengan ukuran 60 cm x 60 cm dan dilengkapi dengan 6 baling-baling kecil.
• HexaRotor Tipe Besar, berbentuk persegi dengan ukuran 1 m x 1 m serta dilengkapi 8 baling-baling kecil.
Tiap tipe HexaRotor diatas, semuanya tetap dapat dilengkapi kamera. Alat yang diproduksi oleh ITB sejak tahun 2010 lalu ini biasanya digunakan sebagai surveyor, istilah untuk pemantauan dan pengamatan. Tak sekedar hanya untuk mengintai, penggunaannya pun lebih luas, misalnya saja dapat digunakan perusahaan real estate jika ingin memantau dari atas.
Untuk sementara PTTA HexaRotor masih diterbangkan dengan menggunakan remote control. Namun suatu saat dapat dikembangkan dengan mengontrolnya lewat Ground Control Station.
Pesawat ini baru mampu terbang maksimal setinggi 170 m, dengan waktu terbang maksimal 20 menit. HexaRotor juga bisa digunakan untuk memantau kemacetan dan kebanjiran di kota. Suatu saat HexaRotor dapat dikendalikan via satelit.
Dibanyak negara maju, drone jenis ini jauh lebih classified dibanding drone biasa karena kemampuannya dapat “terbang melayang lalu diam”. Inilah yang menyebabkan banyak orang mengira bahwa mereka telah melihat UFO.
line up

10. UAV Autopilot SuperDrone

Pesawat-Tanpa-Awak-UAV-Autopilot-Superdrone
UAV Autopilot SuperDrone
TNI AD menggaet Universitas Surya yang didirikan Prof .Yohanes Surya untuk membuat alat-alat pertahanan, termasuk pesawat nir-awak alias Drone yang diberi nama UAV Autopilot SuperDrone.
Bahan pesawat ini dari fiber, besarnya 6×4 meter. Jam terbangnya 6-8 jam. Diberi tangki cadangan namun bisa digunakan juga untuk benda lain. Dapat terbang malam dan dilengkapi Thermal Camera (kamera pemantau panas). SuperDrone ini menggunakan teknologi Autonomous Return To Base.
Untuk saat ini pesawat nir-awak ini lepas landas dan pendaratannya masih manual namun setelah itu bisa autopilot. Masih dikembangkan agar take of dan landing-nya juga bisa autopilot. Pengerjaan baru mulai November 2014 dengan tim (yang terdiri) 15 orang. Untuk sementara, PTTA ini untuk pesawat latihan.
Kedepannya, teknologi Pesawat Tanpa Awak UAV Autopilot SuperDrone ini akan dikombinasikan dengan teknologi Open Base Transceiver System (BTS) yang penggunaannya dapat untuk memantau perbatasan. Selain itu, segera akan digunakan combine open BTS dgn UAV untuk pengamanan perbatasan.
line up

11. UAV Lapan Surveillance Unmanned (LSU)

LSU LAPAN Surveillance Unmanned
LAPAN Surveillance Unmanned (LSU)
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) sudah sejak beberapa tahu lalu serius menggarap dan mengembangkan pesawat tanpa awak. Lembaga itu sudah membuat PTTA Lapan Surveillance Unmanned (LSU) Aerial Vehicle.
Ada beberapa jenis LSU yang telah dbuat LAPAN:
• Lapan Surveillance UAV-01X (X-periment)
• Lapan Surveillance LSU 02
• Lapan Surveillance LSU 03
Setelah memproduksi pesawat tanpa awak jenis Lapan Surveillance UAV-01X dan Lapan Surveillance LSU 02, Lapan juga mempunyai Lapan Surveillance LSU 03. Ukuran pesawat tanpa awak yang terakhir itu lebih besar dari seri sebelumnya yaitu LSU 02.
LSU 03 bentangannya 5 meter itu hanya bentang sayap, sedangkan badannya 4 meter. Daya jelajah 400 km dengan ketinggian antara 3.000-4.000 meter. Secara total, jumlah koleksi pesawat tanpa awak milik Lapan berjumlah 3 unit.
line up

12. UAV Tamingsari

uav tamingsari
UAV Tamingsari (endriuav.blogspot)
UAV Tamingsari ini dibuat oleh Endri Rachman, sudah terbang namun masih dalam taraf penyempurnaan.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak UAV Tamingsari:
  • Cruise Speed : 100 km/h
  • Cruise Altitude: 1000 m
  • Endurance: 2 – 3 Hours
  • Take off weight : 20 kg, payload (camera): 5 kg
  • Stall Speed : 40 km/h.
line up

13. UAV Keris

UAV Keris by Endri Rachman
UAV Keris ini dibuat oleh Endri Rachman, sudah terbang namun masih dalam taraf penyempurnaan.
line up

14. GTSI UAV Bumereng

UAV Bumerang dibuat oleh PT Globalindo Technology Services Indonesia (GTSI).
line up
Keberadaan PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak) di Indonesia
Sama seperti negara asing lainnya, PUNA bisa difungsikan sebagai alat penjaga perbatasan wilayah, apalagi Indonesia dengan luas wilayah yang besar diselingi beberapa kepulauan. Selama ini Indonesia selalu dipusingkan dengan batas wilayah dan sering berseteru dengan Malaysia.
Fungsi drone sebagai alat pertahanan akan lebih tepat digunakan untuk operasi militer, terutama serangan darat. Secara umum, fungsi drone adalah untuk menyerang, bukan untuk menangkap para pelanggar hukum. Drone akan lebih efektif untuk memantau perbatasan daratan.
lapan-uav-2
Dalam kegiatan pengawasan wilayah, jumlah ideal yang harus dimiliki Indonesia adalah sekitar 15. Namun jumlah tersebut bukan menunjuk ke jumlah unit drone, melainkan jumlah pangkalan PUNA yang harus dibangun. Dalam masing-masing pangkalan itu diisi oleh minimal 3 unit PUNA yang bekerja secara terus menerus selama 24 jam untuk melakukan pengawasan.
Tentunya dengan luas wilayah yang besar seperti Indonesia, mungkin lebih banyak lagi. Idealnya mungkin minimal 15 pangkalan untuk mengawasi wilayah secara komprehensif. 15 pangkalan ini bisa lebih atau kurang tergantung kecanggihan teknologinya. Akan tetapi untuk saat ini, Indonesia membutuhkan  minimal 3 pangkalan di setiap daerah. Daerah tersebut, khususnya adalah yang sering terjadi pelanggaran hankam.
Sejatinya, riset pengembangan teknologi drone telah berlangsung di Indonesia sejak tahun 2000. Namun segala aspek yang menyertainya membuat pengembangan drone tidak bisa dilakukan oleh lembaga tertentu saja.
riset-teknologi-tni-ad 01
Akhirnya dibentuklah konsorsium yang melibatkan PT Dirgantara Indonesia (DI), Lembaga Elektronik Nasional (LEN), BPPT dan LAPAN. Masing-masing lembaga, berturut-turut memiliki fungsi produksi, penyediaan sistem komunikasi dan elektronik, dan riset pengembangan.
Di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), drone disebut sebagai Lapan LSU atau Lapan Surveillance Unmanned (LSU) Aerial Vehicle. Sama halnya dengan Pesawat Udara Nirawak (PUNA) di BPPT.
Selain untuk memonitoring bencana, pemetaan wilayah, dan pertahanan negara, drone atau PUNA sejatinya bisa memiliki kemampuan untuk menjadi alat perang agar menjadi pelengkap persenjataan TNI.
Rahasia Indonesia Miliki  UAV Heron Buatan Israel
Selama ini, Indonesia telah memiliki UAV Heron buatan Israel untuk memantau garis batas untuk menjaga kedaulatan negaranya. Jadi, TNI saat ini memiliki dua jenis UAV/PUNA modern, Wulung dan Heron buatan Israel, hasil kerja konsorsium.
heron_tp_4
IAI Heron (Machatz-1) is a medium-altitude long-endurance unmanned aerial vehicle (UAV) developed by the Malat (UAV) division of Israel Aerospace Industries. (israeli-weapons.com)
Wulung disebutnya sebagai UAV yang lebih menarik karena adopsinya menandakan lompatan tinggi bagi kemandirian alutsista dalam negeri. Indonesia akan kedatangan 12 PUNA yang akan diletakkan di squadron Lanud Supadio, Pontianak di tahun 2014.
Meski ke-12 PUNA, yang terdiri dari 8 Wulung dan 4 Heron ini, akan mampu menjaga pertahanan wilayah Indonesia namun masih terbatas pada pengawasan wilayah. PUNA tersebut belum bisa dijadikan alat persenjataan pendukung perang.
Tentunya lebih canggih Heron. Kemampuan terbangnya 350km secara terus menerus selama 52 jam dengan kecepatan 207 km/jam. Heron layak menjadi drone pengintai. Sedangkan Wulung memiliki jarak jelajah 200 km yang didukung mobile ground station, hanya dimungkinkan untuk pengamatan data secara realtime.
eagle_3_heron control station
UAV Heron Ground Control Base Station
Jika Wulung merupakan buatan lokal anak bangsa, 4 PUNA Heron bisa dikatakan sebagai buatan Israel Aerospace Institute (IAI).
Oleh karena itu, lanjut Ajie, Indonesia wajib menguasai teknologi UAV. Bila kita dapat menguasai teknologi UAV, bukan hal yang sulit bila nantinya Indonesia ingin mengembangkan UCAV (Unmanned Combat Aerial Vehicle), yang dipersenjatai.
Kendala Pengembangan PUNA
Di Indonesia, dana yang minim dan pesimisme masyarakat Indonesia terhadap produk lokal membuat teknologi UAV tersendat. Pemerintah seolah tak peduli dengan teknologi pesawat tanpa awak ini. Jika UAV saja belum bisa dibuat, jangan pernah berharap untuk merencanakan Unmanned Combat Aerial Vehicle (UCAV).
Sejak 2004, masuk ke program Litbang BPPT. Dana yang dihabiskan kurang lebih 20 miliar. Kalau jumlah drone yang dimiliki TNI, mereka yang lebih tahu. Untuk yang di BPPT, karena drone atau PUNA adalah sebuah sistem maka yang siap terbang ada 4 unit. Hanya 4 itu yang memiliki kelengkapan sistem.
Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan dana riset drone yang digelontorkan Amerika. Menurut situs Singularityhub.com, dana riset PUNA untuk tahun 2001 hingga 2013 lalu menghabiskan US$26 miliar. Jika dihitung rata-rata per tahun, dana riset tersebut mencapai US$2,1 miliar atau sekitar Rp21 triliun.
PT Robo Aero Indonesia (RAI) didirikan oleh beberapa dosen ITB yang melihat peluang besar bisnis UAV di dalam maupun luar negeri. Mereka sudah membuat prototipe UAV dengan jarak operasional 20 km, 50 km dan 100 km secara otonomi. UAV buatan mahasiswa Teknik Penerbangan ITB sudah mampu unjuk gigi dengan menjuarai kontes UAV di Taiwan dan Korea Selatan. BPPT juga sudah membuat beberapa prototipe UAV yang dalam produksi dan pemasarannya menggandeng PT Aviator dan UKM Djubair OD di Tangerang.
Sedangkan LAPAN, yang membuat Lapan Surveillance Unmanned (LSU) Aerial Vehicle, saat ini telah mengembangkan seri 05 yang berfungsi untuk pemetaan. Lembaga swasta yang melakukan riset ini ada beberapa seperti UAVindo dan Proboaero di Bandung, sedangkan di Jakarta terdapat 5 perusahaan sejenis.
pesawat-tanpa-awak-PUNA Sriti
Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTS) atau Pesawat Udara Nor-Awak PUNA Sriti
Selain Wulung, BPPT juga memproduksi Sriti. Bahkan dalam kurun 5 tahun ke depan, BPPT akan mengembangkan PUNA yang lebih canggih dari Wulung, diberi nama Medium Altitude Long Endurance (MALE).
Untuk desain pesawat, 100 persen sudah Indonesia sendiri. Tapi untuk sistem komunikasi, sistem kendali mash tergantung dengan komponen dari Eropa maupun Amerika Serikat. Untuk biaya pembuatan memang membutuhkan investasi mahal. Satu buah drone diperkirakan memakan biaya 300 juta.
Sedangkan untuk jasa penyewaan drone, meski murah namun tidak bisa diterapkan untuk kegiatan pengawasan negara. Demikian juga dengan sistem komunikasinya. Meski bisa menggunakan ground station, teknologi satelit dinilai lebih mumpuni.
Kalau sewa biasanya untuk keperluan sipil namun untuk militer biasanya punya sendiri. Sebagai ilustrasi, untuk pengambilan foto kelas UAV yang short range, untuk perkebunan dengan hanya beberapa luas wiliayah, sekitar Rp10 juta sampai Rp30 juta, tergantung dengan perjanjiannya pekerjaannya.
riset-teknologi-tni-ad 02
Pesawat mata-mata (SpyPlane) untuk mengintai atau Surveillance Unmanned Drone berbentuk burung yang dapat mengepakkan sayap.
Oleh karena itu, akan lebih menguntungkan jika riset terkait drone terus dilakukan sampai bisa memproduksi banyak PUNA untuk banyak fungsi.
Keuntungannya adalah, selain menciptakan lapangan kerja baru, drone buatan sendiri juga bisa dikostumisasi sesuai kebutuhan, bahkan kerahasiaan negara lebih terjamin.
Secara ekonomi memang tidak terjadi capital flight karena duit mengalir di negeri kita sendiri. Yang paling penting adalah jaminan keamanan rahasia negara.
Beda sekali jika kita menyewa atau membeli dari asing. Selain itu kita juga bisa menekan risiko terhadap nyawa pilot dan operator.
Ketergantungan perangkat asing akan memberikan kekhawatiran tersendiri terkait pengintaian keamanan negara. Artinya, sudah saatnya Indonesia menghentikan ‘kecanduan’ perangkat asing.
Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan teknologi macam drone. Sumber daya sudah mumpuni, tinggal menunggu keseriusan pemerintah dalam hal pendanaan demi pertahanan negara.
Malaysia Pakai Karya Ilmuwan Indonesia Untuk Jaga Perbatasan dengan RI
Banyak karya anak bangsa yang mendunia. Namun ironisnya, kurang dihargai di negeri sendiri. Akibatnya, banyak ilmuwan asal Tanah Air terpaksa hijrah ke luar negeri. Salah satunya, Profesor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, yang telah ratusan kali melakukan presentasi di berbagai negara dan mengantongi 120 hak paten. (baca: Wow!! 5 Temuan Menyangkut Indonesia di Bidang Sains 2012)
Pesawat terbang tanpa awak (PTTA), radar, dan satelit adalah teknologi yang telah membawa guru besar Universitas Chiba, Jepang itu dikenal dunia Internasional. Josh, begitu pria asal Bandung Jawa Barat ini dipanggil, dipercayakan Universitas Chiba mengelola dan mengepalai laboratorium sendiri bernama Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL).
josaphat-tetuko-sri-sumantyoDi laboratorium itu, ia bersama beberapa rekannya melakukan riset dan rekayasa. Hasilnya, JX-1, PTTA atau UAV (unmanned aerial vehicle) ini menjadi terbesar yang dibuat di Asia. JX-1 rampung dibuat sejak 2012 lalu.
Karya yang ia kembangkan pun mendapat perhatian dari sejumlah negara, seperti Malaysia dan Jepang melalui program transfer teknologi.
Josh menuturkan, sejak tahun 2010 Pemerintah Malaysia telah melakukan kerjasama dengan dirinya melalui Japan Internasional Cooperation Agency-Japan Science and Technology Agency with Official Development Assistance atau JICA-JST ODA, program Pemerintah Jepang.
PTTA atau UAV yang diminati pemerintah Malaysia ini pun telah berjalan dan rencana tahun 2015 telah selesai. Pemerintah Malaysia akan menggunakan PTTA tersebut untuk membantu menjaga tapal batas dengan Indonesia.
“Khusus untuk pemerintah Malaysia, yang dapat digunakan untuk pengamatan perbatasan Indonesia dan Malaysia,” ungkap pria murah senyum ini. Josh juga berharap, Indonesia — negaranya sendiri — pun ke depan berminat mengaplikasikan teknologi yang ia kembangkan.
Selain PTTA, sejumlah kerjasama juga dilakukan bersama pemerintah Malaysia seperti pengembangan penginderaan jauh. Teknologi ini diharapkan bisa membantu pengamatan bencana alam di negeri jiran.
“Kerjasama lainnya adalah bantuan supervisi untuk pengolahan data SAR ini yang dapat mengetahui perubahan permukaan Bumi dengan akurasi milimeter dengan pengamatan dari jarak lebih dari 700 km dengan berbagai aplikasinya misalnya pengamatan tanah longsor, penurunan tanah, dan lain-lain di wilayah Malaysia berikut pengembangan SDM Malaysia,” imbuhnya.
Synthetic Aperture Radar (SAR) adalah suatu bentuk radar yang digunakan untuk membuat gambar dari obyek, seperti landscape. SAR biasanya dipasang di pesawat atau pesawat luang angkasa dan berasal sebagai bentuk lanjutan dari Side Looking Airborne Radar (SLAR). Jarak perangkat SAR dikirimkan melalui Antenna Aperture.
JX-1 josaphat-tetuko-sri-sumantyo
Di teknologi ini Josh juga berhasil menciptakan antena tembus pandang (transparent antenna), antena mikrostrip yang dapat digunakan berkomunikasi dengan satelit dan berbagai jenis antena untuk keperluan mobile satellite communications. Dalam penelitian ini, ia bergabung dengan laboratorium Prof. Ito Koichi.
Selain itu banyak penemuan yang telah ia hasilkan, seperti circularly polarized synthetic aperture untuk PTTA, radar peramal cuaca 3 dimensi dan small satelite. Saat ini Josh bersama rekan dan mahasiswanya di Universitas Chiba mengembangkan JX-2, UAV model baru yang lebih canggih dan lebih ringan.
Ilmuwan-Ilmuwan Indonesia harus “Pulang Kampung”
TNI AD telah meluncurkan 15 alat pertahanan hasil riset dengan Universitas Surya yang didirikan pakar fisika Prof Yohanes Surya. Alat-alat pertahanan itu dari pesawat tanpa awak alias drone hingga motor yang bisa terbang bak ‘Transformers’.
Alat-alat itu pernah dipamerkan di Mabes TNI AD, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Senin (7/4/2014) lalu. KSAD Jenderal Budiman meluncurkan alat-alat pertahanan ini di depan Pangdam se-Indonesia melalui teleconference.
Riset ini pada akhirnya digunakan untuk kemandirian bangsa dan negara, sebab ada yang langsung berguna sebagai alat pertahanan negara. Kemudian dapat bermanfaat untuk negara dan masyarakat. Dengan hasil dari riset ini, kita bisa menghemat pengeluaran negaera karena tidak perlu membeli alat dari luar.
Pesawat-UAV-Surya-University-Prokimal-Online-Kotabumi-Lampung-Utara
Pesawat UAV karya mahasiswa Universitas Surya, Kotabumi, Lampung-Utara sedang diuji coba
Beberapa hasil riset itu antara lain open Open Base Transceiver Station (BTS), radio VHF, battle management system (BMS), peralatan konversi BBM ke BBG, GPS tracking system, Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Autopilot alias Drone, simulasi menembak dengan laser gun, jammer perusak sinyal, alat pengendali senjata jarak jauh hingga Roadble Grycopter yaitu motor yang bisa terbang seperti helikopter bak dalam film Transformer.
Dana dalam riset ini sebesar Rp 31 miliar untuk 15 riset, artinya dana yang digunakan dari APBN hanya kecil. Sedangkan pendiri Universitas Surya, Prof Yohanes Surya, mengatakan riset ini adalah hasil dari riset ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang dipanggil pulang kampung.
“Ilmuwan kita bisa bersaing dengan negara lain. Ilmuwan hebat kita di negara lain kita panggil pulang, sehingga kita tidak perlu takut. Kita sudah sejajar dengan negara lain,” tutur pria yang tenar dalam mendidik anak-anak sekolah dalam Olimpiade Fisika Internasional dan banyak di antaranya menjadi pemenang.
Kebutuhan dan keberadaan Drone semakin mendunia
Drone RQ-170 Sentinel US-downed captured in Iran
RQ-170 Sentinel US-downed buatan AS yang dioperasikan CIA ini pernah ditembak jatuh oleh Iran.
Dalam 10 tahun terakhir, minat militer Amerika untuk perangkat pengintai dan pertahanan telah memicu pengembangan drone.
Northrop Grumman, Boeing, General Atomics dan Lockheed Martin merupakan empat besar manufaktur drone.
Jepang dan Tiongkok pun mulai melirik drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) untuk mempertahankan wilayah keduanya yang berbatasan.
Business Insider pernah melaporkan bahwa pasar drone untuk kebutuhan militer akan mencapai US$8,2 triliun pada 2022 nanti.
Dalam laporan tersebut diprediksi bahwa Amerika tidak akan lagi mendominasi sebagai konsumen drone. Tiongkok dan Rusia akan menggantikan posisi Amerika.
Bahkan dari sisi pengembangan, Tiongkok dan Rusia akan memiliki kemampuan untuk menyaingi drone Amerika dalam kurun 10 tahun ke depan.
spyfly
Pesawat mata-mata (SpyPlane) masa kini sudah dapat dibuat begitu kecilnya mirip serangga, hingga dapat digunakan untuk memata-mati seseorang.
Kedua negara telah berkomitmen untuk menginvestasikan sekian dana untuk riset dan perkembangan drone, khususnya drone untuk kegiatan militer yang lengkap dengan persenjataan.
Dana riset yang tidak mencukupi membuat pengembangan drone buatan lokal Indonesia mengambang.
Dari beberapa drone yang dimiliki, hampir semua berupa prototipe. Meski ada beberapa yang telah siap terbang namun infrastrukturnya masih harus ditunggu.
Lapan Kembangkan Pesawat Pengamat Wilayah (LSA)
Pada masa kini, Lapan juga sedang mengembangkan jenis pesawat dengan awaknya yang berguna untuk pemantau yang dinamakan Lapan Surveillance Aircraft (LSA).
Jadi, kini Indonesia memiliki Pesawat Pengamat Wilayah (PPW). Lapan bekerja sama dengan Universitas Berlin, Jerman, berhasil mengembangkan pesawat pengamat yakni Lapan Surveillance Aircraft (PK-LSA01). Pesawat ini menjadi bagian pemanfaatan untuk kepentingan memotret wilayah di Indonesia. Selasa (28/1), Kepala Lapan, Bambang S. Tejasukmana meresmikan Pesawat LSA di Balai Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BBKFP) Ditjen Perhubungan Udara, Curug, Tangerang.
Program pesawat LSA ini merupakan bagian dari program utama Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) Lapan. Selain LSA, Pustekbang juga memiliki program pengembangan pesawat tanpa awak (Lapan Surveillance UAV – LSU) dan program pengembangan pesawat transport nasional (N-219) (baca: Pesawat N-219 Buatan Indonesia, Sudah Kantongi 100 Pesanan).
lapan-lsa
Pesawat LSA memiliki beberapa misi yakni akurasi citra satelit, verifikasi dan validasi citra satelit, monitoring produksi pertanian, aerial photogrammetry, pemantauan, pemetaan banjir, deteksi kebakaran, search and rescue (SAR), pemantauan perbatasan dan kehutanan, serta pemetaan tata kota.
Misi pesawat LSA ini dapat memperkuat sistem pemantauan nasional. Indonesia yang berpulau ini sangat memerlukan sistem pemantauan wilayah. Selain menggunakan teknologi satelit, diperlukan pula sistem pemantauan yang lebih impresif dengan menggunakan pesawat terbang. LSA tersebut sekaligus memperkuat penguasaan teknologi terbaru pesawat terbang.
Pesawat LSA ini juga mampu mengakurasikan data dari foto citra satelit dengan resolusi tinggi yang telah digabung dengan satelit-satelit lain, dan mampu konfirmasi ulang langsung di lapangan secara acak. Dengan kemampuan terbang non-stop selama 6-8 jam, jangkauan tempuh 1.300 kilometer, dan dapat membawa muatan hingga 160 kg, LSA ini berpotensi untuk melakukan patroli sistem kelautan di Indonesia.
Lapan menargetkan selama lima tahun ke depan, pesawat ini dapat memiliki fungsi autonomous. Menurut ia, keuntungan sistem autonomous selain dapat bermanuver secara otomatis, kualitas dalam menjalankan misi surveillance dapat lebih presisi, efisien, dan efektif.
Dalam skema prosesnya, awalnya pesawat ini masih dikendalikan oleh pilot untuk lepas landas dan mendarat. Dan setelah mengudara, sistem autonomous ini akan aktif sehingga tidak memerlukan kendali dari pilot. Namun, jika ada hal yang tingkat urgensitasnya tinggi, pilot dapat mengintervensi.
FlightTestLSA-01_Web
LSA-01 saat melakukan FlightTest (lapan.go.id)
LSA yang terbaru yang dibuat adalah series Lapan Surveillance LSA 05. Tipenya bukan LSU lagi, tapi sudah LSA atau Lapan Surveillance Aircraft 05, yang prototipe-nya sudah disiapkan tinggal uji terbang.
LSA 05 ini lebih canggih dan ukurannya lebih besar dan kapasitas bahan bakar lebih banyak. Nantinya pesawat tanpa awak jenis LSA 05 ini juga dapat digunakan untuk pemadaman kebakaran hutan dan keperluan pemantauan strategis lainnya.
Pesawat ini mampu terbang non-stop selama 6-8 jam dengan jangkauan tempuh hingga mencapai 1.300 km dan tinggi hingga lebih dari 5.000 meter serta mampu membawa beban hingga 160 kg.
Komponen produk PTTA ini tidak sepenuhnya buatan lokal. Namun masih ada yang harus diimpor, seperti mesin dan motor penggerak. Selain motor dan mesin, komponen lainnya murni dibuat di Indonesia. Jadi, porsi komponen lokal PTA yang dibuat Lapan jauh lebih besar dibandingkan komponen impornya.